Benyaris A Pardosi
Batak dan Kekayaannya
Bangso Batak adalah suatu sebutan
yang menunjukkan betapa besarnya suku batak sebagai salah satu suku di
Indonesia. Orang Batak telah tersebar meluas di seluruh wilayah Indonesia
bahkan dunia. Kemampuannya untuk beradaptasi dalam mempertahankan hidup
merupakan suatu sikap yang patutu diacungi jempol. Batak dalam kesatuannya
sebagai masyarakat yang beradat dikenal dengan semboyan dalihan natolu (manat mardongan
tubu, elek marboru, somba marhula-hula). Ini menjadi sebuah pesan yang patut
untuk dipertahankan karena mengandung makna yang sangat kaya untuk dihidupi
secara turun temurun. Semboyan ini adalah darah persatuan yang mengalir dalam
denyut nadi orang-orang batak, mudar parsadaan ni holong, dohot dame. Dalam
semboyan ini mengalir darah persatuan yang mengikat seluruh keturunan suku
batak sehingga mereka akan tetap bersatu teguh kapan dan dimana-pun berada. Semboyan
ini memampukan orang batak untuk melihat posisinya dalam adat. Mungkin dia
sebagai dongan tubu, boru atau hula-hula, dengan demikian tiap orang mampu
mengambil peran masing-masing dalam acara adat. Keberagaman marga-marga yang
ada adalah sebuah kekayaan yang menunjukkan betapa banyaknya keturunan orang
batak. Adat adalah bagian yang tidak terpisahkan dari tubuh orang batak. Tanpa
adat, orang batak tidak hidup. Adalah sangat memalukan apabila seseorang dalam
keluarga suku batak tidak ikut terlibat dalam adat orang batak, orang tersebut
akan mendapat panggilan “na so maradat”.
Tugu dan Fanatisme Marga
Tugu sebagai suatu ciri tempat
tinggal orang batak adalah sebuah seni yang sangat khas. Besar dan kemegahan
tugu yang dibangun seolah-oleh menjadi sebuah simbol kemakmuran keturunan marga
yang mendirikannya. Dalam pendirian tugu tentu semua pihak memberi kontribusi
masing-masing, maklum dana yang dibutuhkan tentu tidaklah sedikit. Tidak mau
kalah setiap marga berlomba-lomba untuk membangun tugunya masing-masing.
Setelah selesai mendirikan tugu mereka mengadakan pesta parsadaan dengan
memotong kerbau dan babi (sigagat duhut dohot namarmiak-miak) diiringi dengan
musik batak (gondang batak) dan manortor. Betapa indahnya kebersamaan dalam
pesta syukuran tersebut, makan bersama, tertawa bersama dan adanya kepuasan
tersendiri dengan berdirinya tugu kebanggaan. Semangat gotong royong untuk
mempersiapkan pesta terlihat begitu indah dan patut untuk diteladani. Semua
orang tidak mau tinggal diam tanpa mengambil peran untuk pelaksanaan pesta..
Semakin banyak dan semakin
meluasnya orang batak yang tinggal di bona pasogit dan di perantauan adalah
suatu hal yang sangat kita syukuri. Orang-orang yang tinggal di bona pasogit
tentu masih sangat kental dan dekat dengan dongan tubunya masing-masing.
Sementara orang-orang yang sudah tinggal di perantauan memiliki komunitas marga
yang sama terbilang sedikit. Sehingga mereka banyak yang mencari teman-teman
perantau yang memiliki marga yang sama, dan membuat kumpulan kebersamaan. Maka
lahirlah parsadaan-parsadaan marga tertentu, misalnya parsadaan boru bere marga
X. Hal ini merupakan suatu kebanggaan bagi kita sebagai orang batak yang
mewarisi titipan orang tua, yaitu pesan manat mardongan tubu. Mencari dongan
tubu sebagai tempat untuk berbagi, tempat untuk saling mendoakan dan saling
mendukung. Sementara di bona pasogit banyak yang bersepakat untuk membangun
tugu sebagai simbol persatuan marga.
Secara bersama-sama mereka
mengumpulkan dana bagi pelaksanaan pembangunan tugu tersebut. Hal ini
menunjukkan betapa kuatnya semangat gotong royong dalam suku batak. Namun satu
hal yang menyedihkan adalah lahirnya pemahaman yang janggal dalam adat istiadat
orang batak, saya tidak tahu persis apakah memang demikianlah diturunkan dari
dulu oleh nenek moyang. Banyaknya orang batak yang tidak mengetahui
silsilahnya, sehingga terjadilah perebutan kedudukan dalam acara adat,
perebutan jambar salah satunya. Hal
ini sering memicu terjadinya pertiakaian diantara dongan tubu. Tidak sedikit
yang bertikai dengan masalah jambar, gugu
(kontribusi berupa uang atau beras/padi),
bahkan berbagai ketidakpuasan. Malah ada juga marga yang mengalami
perpecahan karena adat istiadat batak. Adat seolah tandingan agama yang harus
dilakukan, pelaksanaannya yang sakral seolah-olah menjadi sebuah harga yang
tidak bisa ditawar tawar.
“Monumen” Hidup
Kebanggaan sebagai orang batak, kebanggaan sebagai
bagian dari marga tertentu dituangkan dalam sebuah monumen megah yang berdiri
atas kerjasama seluruh pihak. Ketika orang lain berkunjung ke bona pasogit,
mereka akan menyaksikan monumen-monumen yang bertuliskan marga pendiri tugu
tersebut, dengan demikian mereka akan mudah mengetahui marga apa yang mendiami
daerah yang mereka kunjungi. Banyak yang kagum menyaksikan hal tersebut,
mungkin mereka akan berpikir betapa kayanya orang batak. Namun kenyataan yang
terjadi adalah ternyata masih banyak rumah-rumah orang batak yang tidak memadai,
banyak anak-anak orang batak yang tidak sekolah karena tidak mampu dalam dana,
banyak anak-anak yang kurang gizi karena ekonomi lemah. Mengapa untuk
mendirikan tugu orang batak bisa bersatu mengumpulkan milyaran dana, sementara
untuk membantu dongan tubu, boru, hula-hula tidak bisa..??. Tugu hanyalah
monumen mati yang hanya akan melahirkan kesombongan. Kenapa dana pembangunan
tugu tidak disisihkan untuk membantu saudara-saudara yang tidak mampu,,??.
Memodali mereka untuk membuka usaha, menyekolahkan anak-anak, memberi makan
yang kekurangan, membangun sarana pendidikan. Bukankah itu adalah tugu yang
hidup.??.
Adat adalah
ciptaan manusia, adat lahir dari kebiasaan manusia. Adat ada untuk manusia,
bukan manusia untuk adat. Jika adat telah menjadi pemecah bagi orang batak,
mungkin kita perlu meninjau kembali adat
yang sedang kita kerjakan. Saya percaya nenek moyang kita tidak mengajarkan
perpecahan. Saya percaya mereka merancang semboyan Dalihan Natolu dengan matang-matang untuk kesatuan orang batak.
Jangan sampai adat memperbudak orang batak, biarlah kita yang menguasai adat
tersebut. Saya percaya bukan adatnya yang salah, tapi kitalah yang sering salah
memahami dan menerapkannya.
Kita punya Tuhan atas segenap, termasuk atas adat. Jangan sampai iblis
mempergunakan adat sebagai kesempatan untuk memecah belah.
Mazmur 133:1 Nyanyian
ziarah Daud. Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara
diam bersama dengan rukun! Seperti minyak yang baik di atas kepala meleleh ke
janggut, yang meleleh ke janggut Harun dan ke leher jubahnya. Seperti embun
gunung Hermon yang turun ke atas gunung-gunung Sion. Sebab ke sanalah TUHAN
memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya.
Psalmen 133:1 Ende hananangkok sian si Daud. Ida ma,
dengganna i dohot sonangnai, molo tung pungu sahundulan angka na
marhahamaranggi! Songon miak na hushus di ulu pola mabaor tu mise, tu mise ni
si Aron, pola mabaor sahat tu rambu ni angka ulosna.Songon nambur ni Hermon, na
mabaor tu angka dolok Sion, ai disi do diparbaga Jahowa pasupasu, hangoluan
sahat ro di salelenglelengna.
Menghormati pendahulu dengan
membangun tugu bukanlah satu-satunya cara yang tepat. Menghormati pendahulu
bisa kita wujudkan dengan kasih terhadap sesama. Saya yakin tidak ada gunanya
kita mendirikan tugu yang megah namun kehidupan sesama kita melarat, kita
bertengkar dan terpecah. Adat adalah sebuah seni yang layak untuk dipelihara.
Namun adat bukanlah agama yang membelenggu dan memaksa kita untuk tunduk
kepadanya. Sangat disayangkan juga apabila orang-orang batak di perantauan yang
katanya sudah berpendidikan ikut mendukung adanya pembentukan kelompok-kelompok
fanatis tertentu yang mengakibatkan perpecahan. Mari bersama memelihara adat
yang benar, adat yang membangun, adat yang memajukan kehidupan orang batak.
Mari membangun monumen hidup melalui pendidikan, kesehatan, pembangunan sarana.
Bukan membangun menumen mati yang memberi kebanggaan sementara, monumen yang
akan lapuk oleh waktu. Lihatah wajah saudara-saudara kita yang kekurangan, yang
putus sekolah, yang kelaparan, yang tidur tidak nyaman karena rumah tidak
nyaman. Jawabannya ada pada kita. Bangso batak, bangso na jogi, bangso na
balga, bangso na marsihaholongan. Manat mardongan tubu, elek marboru, somba
marhula-hula. Sai diramoti Tuhan ma hita ganup laho pature ture parngoluon na
dumenggan.