[googlef074d64e99d80ece.html]

Sabtu, 06 Oktober 2012

FANATISME MARGA, PEMBANGUNAN TUGU MENGIKIS DALIHAN NATOLU


Benyaris A Pardosi


Batak dan Kekayaannya

Bangso Batak adalah suatu sebutan yang menunjukkan betapa besarnya suku batak sebagai salah satu suku di Indonesia. Orang Batak telah tersebar meluas di seluruh wilayah Indonesia bahkan dunia. Kemampuannya untuk beradaptasi dalam mempertahankan hidup merupakan suatu sikap yang patutu diacungi jempol. Batak dalam kesatuannya sebagai masyarakat yang beradat dikenal dengan semboyan dalihan natolu (manat mardongan tubu, elek marboru, somba marhula-hula). Ini menjadi sebuah pesan yang patut untuk dipertahankan karena mengandung makna yang sangat kaya untuk dihidupi secara turun temurun. Semboyan ini adalah darah persatuan yang mengalir dalam denyut nadi orang-orang batak, mudar parsadaan ni holong, dohot dame. Dalam semboyan ini mengalir darah persatuan yang mengikat seluruh keturunan suku batak sehingga mereka akan tetap bersatu teguh kapan dan dimana-pun berada. Semboyan ini memampukan orang batak untuk melihat posisinya dalam adat. Mungkin dia sebagai dongan tubu, boru atau hula-hula, dengan demikian tiap orang mampu mengambil peran masing-masing dalam acara adat. Keberagaman marga-marga yang ada adalah sebuah kekayaan yang menunjukkan betapa banyaknya keturunan orang batak. Adat adalah bagian yang tidak terpisahkan dari tubuh orang batak. Tanpa adat, orang batak tidak hidup. Adalah sangat memalukan apabila seseorang dalam keluarga suku batak tidak ikut terlibat dalam adat orang batak, orang tersebut akan mendapat panggilan “na so maradat”.

Tugu dan Fanatisme Marga

Tugu sebagai suatu ciri tempat tinggal orang batak adalah sebuah seni yang sangat khas. Besar dan kemegahan tugu yang dibangun seolah-oleh menjadi sebuah simbol kemakmuran keturunan marga yang mendirikannya. Dalam pendirian tugu tentu semua pihak memberi kontribusi masing-masing, maklum dana yang dibutuhkan tentu tidaklah sedikit. Tidak mau kalah setiap marga berlomba-lomba untuk membangun tugunya masing-masing. Setelah selesai mendirikan tugu mereka mengadakan pesta parsadaan dengan memotong kerbau dan babi (sigagat duhut dohot namarmiak-miak) diiringi dengan musik batak (gondang batak) dan manortor. Betapa indahnya kebersamaan dalam pesta syukuran tersebut, makan bersama, tertawa bersama dan adanya kepuasan tersendiri dengan berdirinya tugu kebanggaan. Semangat gotong royong untuk mempersiapkan pesta terlihat begitu indah dan patut untuk diteladani. Semua orang tidak mau tinggal diam tanpa mengambil peran untuk pelaksanaan pesta..
Semakin banyak dan semakin meluasnya orang batak yang tinggal di bona pasogit dan di perantauan adalah suatu hal yang sangat kita syukuri. Orang-orang yang tinggal di bona pasogit tentu masih sangat kental dan dekat dengan dongan tubunya masing-masing. Sementara orang-orang yang sudah tinggal di perantauan memiliki komunitas marga yang sama terbilang sedikit. Sehingga mereka banyak yang mencari teman-teman perantau yang memiliki marga yang sama, dan membuat kumpulan kebersamaan. Maka lahirlah parsadaan-parsadaan marga tertentu, misalnya parsadaan boru bere marga X. Hal ini merupakan suatu kebanggaan bagi kita sebagai orang batak yang mewarisi titipan orang tua, yaitu pesan manat mardongan tubu. Mencari dongan tubu sebagai tempat untuk berbagi, tempat untuk saling mendoakan dan saling mendukung. Sementara di bona pasogit banyak yang bersepakat untuk membangun tugu sebagai simbol persatuan marga.
Secara bersama-sama mereka mengumpulkan dana bagi pelaksanaan pembangunan tugu tersebut. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya semangat gotong royong dalam suku batak. Namun satu hal yang menyedihkan adalah lahirnya pemahaman yang janggal dalam adat istiadat orang batak, saya tidak tahu persis apakah memang demikianlah diturunkan dari dulu oleh nenek moyang. Banyaknya orang batak yang tidak mengetahui silsilahnya, sehingga terjadilah perebutan kedudukan dalam acara adat, perebutan jambar salah satunya. Hal ini sering memicu terjadinya pertiakaian diantara dongan tubu. Tidak sedikit yang bertikai dengan masalah jambar, gugu (kontribusi berupa uang atau beras/padi), bahkan berbagai ketidakpuasan. Malah ada juga marga yang mengalami perpecahan karena adat istiadat batak. Adat seolah tandingan agama yang harus dilakukan, pelaksanaannya yang sakral seolah-olah menjadi sebuah harga yang tidak bisa ditawar tawar. 

“Monumen” Hidup

Kebanggaan sebagai orang batak, kebanggaan sebagai bagian dari marga tertentu dituangkan dalam sebuah monumen megah yang berdiri atas kerjasama seluruh pihak. Ketika orang lain berkunjung ke bona pasogit, mereka akan menyaksikan monumen-monumen yang bertuliskan marga pendiri tugu tersebut, dengan demikian mereka akan mudah mengetahui marga apa yang mendiami daerah yang mereka kunjungi. Banyak yang kagum menyaksikan hal tersebut, mungkin mereka akan berpikir betapa kayanya orang batak. Namun kenyataan yang terjadi adalah ternyata masih banyak rumah-rumah orang batak yang tidak memadai, banyak anak-anak orang batak yang tidak sekolah karena tidak mampu dalam dana, banyak anak-anak yang kurang gizi karena ekonomi lemah. Mengapa untuk mendirikan tugu orang batak bisa bersatu mengumpulkan milyaran dana, sementara untuk membantu dongan tubu, boru, hula-hula tidak bisa..??. Tugu hanyalah monumen mati yang hanya akan melahirkan kesombongan. Kenapa dana pembangunan tugu tidak disisihkan untuk membantu saudara-saudara yang tidak mampu,,??. Memodali mereka untuk membuka usaha, menyekolahkan anak-anak, memberi makan yang kekurangan, membangun sarana pendidikan. Bukankah itu adalah tugu yang hidup.??.
Adat adalah ciptaan manusia, adat lahir dari kebiasaan manusia. Adat ada untuk manusia, bukan manusia untuk adat. Jika adat telah menjadi pemecah bagi orang batak, mungkin kita perlu meninjau  kembali adat yang sedang kita kerjakan. Saya percaya nenek moyang kita tidak mengajarkan perpecahan. Saya percaya mereka merancang semboyan Dalihan Natolu dengan matang-matang untuk kesatuan orang batak. Jangan sampai adat memperbudak orang batak, biarlah kita yang menguasai adat tersebut. Saya percaya bukan adatnya yang salah, tapi kitalah yang sering salah memahami dan menerapkannya.
Kita punya Tuhan atas segenap, termasuk atas adat. Jangan sampai iblis mempergunakan adat sebagai kesempatan untuk memecah belah.
Mazmur 133:1 Nyanyian ziarah Daud. Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun! Seperti minyak yang baik di atas kepala meleleh ke janggut, yang meleleh ke janggut Harun dan ke leher jubahnya. Seperti embun gunung Hermon yang turun ke atas gunung-gunung Sion. Sebab ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya.
Psalmen 133:1 Ende hananangkok sian si Daud. Ida ma, dengganna i dohot sonangnai, molo tung pungu sahundulan angka na marhahamaranggi! Songon miak na hushus di ulu pola mabaor tu mise, tu mise ni si Aron, pola mabaor sahat tu rambu ni angka ulosna.Songon nambur ni Hermon, na mabaor tu angka dolok Sion, ai disi do diparbaga Jahowa pasupasu, hangoluan sahat ro di salelenglelengna.
Menghormati pendahulu dengan membangun tugu bukanlah satu-satunya cara yang tepat. Menghormati pendahulu bisa kita wujudkan dengan kasih terhadap sesama. Saya yakin tidak ada gunanya kita mendirikan tugu yang megah namun kehidupan sesama kita melarat, kita bertengkar dan terpecah. Adat adalah sebuah seni yang layak untuk dipelihara. Namun adat bukanlah agama yang membelenggu dan memaksa kita untuk tunduk kepadanya. Sangat disayangkan juga apabila orang-orang batak di perantauan yang katanya sudah berpendidikan ikut mendukung adanya pembentukan kelompok-kelompok fanatis tertentu yang mengakibatkan perpecahan. Mari bersama memelihara adat yang benar, adat yang membangun, adat yang memajukan kehidupan orang batak. Mari membangun monumen hidup melalui pendidikan, kesehatan, pembangunan sarana. Bukan membangun menumen mati yang memberi kebanggaan sementara, monumen yang akan lapuk oleh waktu. Lihatah wajah saudara-saudara kita yang kekurangan, yang putus sekolah, yang kelaparan, yang tidur tidak nyaman karena rumah tidak nyaman. Jawabannya ada pada kita. Bangso batak, bangso na jogi, bangso na balga, bangso na marsihaholongan. Manat mardongan tubu, elek marboru, somba marhula-hula. Sai diramoti Tuhan ma hita ganup laho pature ture parngoluon na dumenggan.

Sabtu, 12 Mei 2012

ALUMNI DAN DOANYA

                                Kasih kepada Allah Perintah  yang Utama
Ulangan 6:1-15


Tentang saya
Ketika saya dipersiapkan untuk melayani di Perkantas, saya sangat berharap agar saya melayani di Medan. Tak pernah ada pikiran apalagi mendoakan untuk ke Sidikalang (hahaha). Awalnya bahkan saya sedikit meragukan doa-doa dari BPC dan PC maupun PHC. Dan katanya waktu itu bahwa komponen pelayanan di Sidikalang sudah menyebut saya dalam doa-doa mereka (waow,, gawat). Saya menganggap suatu kekeliruan jika saya harus dikirim ke Sidikalang, dan keyakinan mereka, doa-doa mereka kuragukan. Waktu itu saya berkata kepada Tuhan, “Tuhan, apa memang benar Kau meyakinkan mereka agar aku ke Sidikalang,.?” “apakah memang itu  jawaban atas doa-doa mereka??”. Aku tidak sedang meragukan kebijaksanaan Tuhan waktu itu, namun yang kuragukan adalah kekurangpekaan orang-orang yang sedang mendoakanku untuk menangkap tuntunan Tuhan (sok kali kan ??,, hehehe). Akhirnya setelah ku renung-renungkan, “ya udah deh Tuhan, terserah-Mu aja, klo pun kami keliru menangkap maksud-Mu, biarpun kami gagal, biarlah Kau pakai kekeliruan/kegagalan itu untuk Kemulian-Mu. Kami bisa salah/gagal, namun Kau tak pernah gagal”. Dan sampai sekarang aku terus mencari, bertanya sama Tuhan akan maksud-Nya dalam perjalanan hidupku termasuk di Sidikalang.

Tentang aku dan doa
Ketika saya merenungkan perjalanan doa saya selama saya menjadi orang Kristen, saya menemukan beberapa hal tentang doa. Berbicara tentang doa adalah berbicara tentang relasi, berbicara tentang relasi adalah berbicara tentang status, berbicara tentang status tidak lepas dari identitas diri. Berdoa berarti berkomunikasi dengan Allah. Komunikasi berarti tidak hanya satu arah melainkan terjadi antara dua oknum atau lebih dalam hal ini hubungan antara manusia dengan Allah dan antara Allah dengan manusia. Memiliki identitas sebagai anak-anak Allah adalah suatu sukacita yang sangat luar biasa bagi setiap orang, karena jika kita menjadi anak, berarti kita menjadi ahli waris. Namun sebagai anak, kita memiliki tanggung jawab terhadap Bapa, dan pastinya antara anak dengan bapa akan ada komunikasi. Doa bukanlah sesuatu kata yang asing lagi bagi manusia, terkhusus orang Kristen, apalagi orang-orang yang telah menerima Kristus dalam hidup-Nya dan ambil bagian dalam pelayanan (seperti halnya Perkantas Sidikalang), yang walaupun dalam pelaksanaannya harus jujur secara pribadi saya akui SULIT. Doa bukanlah sebatas meminta dan menerima apa yang kita perlukan dari Tuhan, doa adalah hubungan yang menghasilkan pengenalan dan kasih kepada Allah.

Antara Allah, Musa dan Umat-Nya
Salah satu bagian Firman Allah yang menekankan supaya umat-Nya setia menjaga relasi dengan Dia dalam setiap keadaan, pesan yang mengingatkan supaya manusia tidak melupakan Allah disampaikan dalam salah  satu kitab Taurat yaitu Ulangan 6 : 1 – 15. Sebelum kita membahas lebih lanjut mengenai tema ini, ada baiknya kita mengenali lebih dahulu tentang kitab Ulangan. Kitab Ulangan merupakan salah satu kitab Taurat yang berisi amanat-amanat yang disampaikan Musa kepada orang Israel. Amanat-amanat ini merupakan amanat perpisahan karena ia telah diberitahu bahwa ia tidak dapat memasuki tanah Kanaan bersama mereka. Dalam kitab ini dicatat tiga bagian amanat yang disampaikan Musa kepada orang Israel:
1.     Amanat pertama        : perbuatan Allah (Ul 1 : 6 – 4 : 40)
2.     Amanat kedua           : hukum Allah (Ul 4 : 44 – 26 : 19)
3.     Amanat ketiga           : perjanjian dengan Allah (Ul 29 – 30)

Terlepas dari soal apakah ketiga amanat itu aslinya disampaikan secara isan atau tulisan sebagai dokumen perpisahan, namun secara keseluruhan kitab ini mengemukakan perjanjian Allah dengan orang Israel sebelum memasuki tanah Kanaan. Ringkasan dari Perjanjian Allah dengan Israel dalam kitab ini adalah sebagai berikut :
“Maka sekarang hai orang Israel, apakah yang dimintakan daripadamu oleh TUHAN, Allahmu, selain dari takut akan TUHAN, Allahmu, hidup menurut segala jalan yang ditunjukkanNya, mengasihi Dia, berbadah kepada TUHAN, Allahmu dengan segenap hati dan dengan segenap jiwamu, berpegang pada ketetapan TUHAN yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, supaya baik keadaanmu” (Ul 10 : 12 – 13).
Ketetapan Musa atas perintah Allah kepada bangsa Israel disampaikan ketika umat Israel hampir tiba tanah Kanaan, tanah yang kaya yang dijanjikan Allah kepada umat yang dikasihin-Nya. Mengingat bahwa Musa tidak akan ikut memasuki tanah tersebut bersama-sama dengan mereka, maka ia menyampaikan ketetapan kepada mereka. Sebab bangsa itu akan memasuki sebuah negeri yang baru. Bangsa itu akan mengakhiri perjalanan panjang 40 tahun yang dalam pikiran mereka tanpa sebuah kepastian. Selesai sudah penderitaan mereka selama dalam perjalanan di padang gurun 40 tahun dalam kekurangan dan keterbatasan. Mereka akan memasuki dan menetap di negeri yang dijanjikan Allah. Mereka akan hidup dalam kecukupan. Mereka akan terbebas dari belenggu perbudakan di tanah Mesir. Mereka akan menghuni, mengelola, memiliki hak milik mereka sendiri. Satu hal yang PASTI adalah Janji Allah akan kekayaan yang akan mereka peroleh.
Musa memberikan beberapa tanda kecukupan yang akan dialami oleh bangsa Israel di tanah Kanaan:
Ulangan 6:10-11
-         Kota-kota besar yang baik yang tidak kau dirikan
-         Rumah-rumah penuh berisi barang baik yang tidak kau isi
-         Sumur-sumur yang tidak kau gali
-         Kebun-kebun anggur dan zaitun yang tidak kau tanami
Ulangan 8:12-13
-         Makanan yang melimpah
-         Rumah yang baik
-         Pertambahan ternak
-         Pertambahan emas dan perak
-         Segala yang ada padamu bertambah  banyak
Dengan kata lain bangsa itu akan menjadi kaya, dan mapan. Lalu bagaimana perasaan Musa dengan keadaan ini..??
1.     Tentu ia merasa bersyukur, akhirnya bangsa itu tiba di tempat yang dijanjikan Tuhan supaya ia memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir. Akhirnya apa yang dijanjikan Allah akan tergenapi. Selama 40 tahun ia harus menghadapi keraguan bangsa itu akan janji Allah.
2.     Ia merasa khawatir, kekayaan, kemapanan, kedudukan bukan hanya memiliki dampak positif, tetapi juga negatip. Mengingat bangsa Israel adalah bangsa yang tegar tengkuk, bangsa yang keras kepala. 12 maka hati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan Tuhan, yang telah  mebawa kamu keluar dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan.
Dalam kekhawatiran itu, Musa memperingatkan mereka agar tetap setia kepada Allah. Agar mereka tetap beribadah kepada-Nya. Musa merasa takut kalau bangsa Israel akan melupakan penyertaan Tuhan, bahwa Allah-lah yang memberikan semuanya itu kepada mereka. Ulangan 8 : 17 , maka janganlah kau katakan dalam hatimu, kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini.

Antara Allah dan Alumni
          Alumni  dengan segala kesibukan masing-masing tidak lepas dari berbagai macam persoalan yang datang dan pergi dalam hidup mereka. Mulai dari tuntutan pekerjaan, keluarga, kesendirian, penantian pasangan hidup, istri/suami, anak-anak dan berbagai hal yang membuat mereka sering terhimpit oleh kesibukan fisik maupun pikiran. Banyak orang yang mengatakan bahwa dunia alumni adalah dunia yang sesungguhnya, dunia dimana  anak-anak Tuhan benar-benar diuji imannya, berbeda dengan dunia siswa atau mahasiswa yang cenderung masih berada dalam lingkungan komunitas pelayanan dan pengawasan orang tua. Ketika menjadi alumni maka hidup kita bukan lagi hanya tentang diri kita sendiri. Satu hal yang sangat sering menyita perhatian adalah karir. Tuntutan dari atasan, target yang harus dicapai, ketika terhempit antara menjaga kekudusan hidup (integritas)  dengan keadaan yang tidak memberi kita ruang gerak untuk menyatakan kebenaran, atau bahkan kita yang akhirnya tergoda untuk jatuh dalam kecurangan-kecurangan di dunia kerja. Satu hal yang sering terjadi adalah bahwa tidak sedikit alumni menjadi orang-orang selalu dikejar-kejar oleh rasa bersalah karena ketidakmampuannya menjaga kekudusan hidup. Bahkan kesibukan dalam pekerjaan seringkali membuat alumni melupakan ibadah kepada Tuhannya.
          Firman Tuhan kali ini mengingatkan kita akan pentingnya tetap setia menjaga hubungan pribadi dengan Allah. Melalui bangsa Israel, kita diingatkan bahwa Allahlah yang telah memberikan kepada mereka tanah yang kaya akan susu dan madunya, tanah yang menyediakan setiap kebutuhan hidup mereka. Demikian juga dengan kita masing-masing, terlepas dari posisi kita dalam pekerjaan penting bagi kita untuk menyadari bahwa Allahlah yang telah menganugerahkan semua itu kepada kita. Dan sudah pasti haruslah kita kembalikan untuk kemuliaan-Nya.
          Allah mempercayakan pekerjaan untuk kita dengan tujuan untuk kemuliaan-Nya. Seringkali alumni yang dulunya memohon pada Tuhan untuk pekerjaan, namun akhirnya justru pekerjaan itu menjadi penghalang bagi dia untuk bersekutu dengan Tuhan yang memberikannya. Allah telah mendengar teriakan bangsa Israel yang berseru minta tolong di tanah Mesir karena penderitaan mereka dalam perbudakan, sehingga Allah menolong mereka. Saya rasa bagian ini sangat relepan dengan dunia alumni. Ketika kita baru lulus dan mengharapkan pekerjaan, dengan sungguh-sungguh kita memohon kepada Tuhan untuk pekerjaan, berjanji dalam hati akan tetap setia melayani dan tetap menjaga hubungan dengan Dia.
Mari kita evaluasi diri masing-masing, bagaimana sikap kita sebagai alumni saati ini kepada Allah ? Masihkah hubungan dengan Dia masih menjadi prioritas utama dalam hari-hari kita,?. Hal yang sering terjadi dalam kesibukan pekerjaan alumni adalah dengan mengganti waktu untuk Tuhan (doa dan pelayanan) dengan memberi lebih banyak perpuluhan. Apapun dan seberapa banyakpun kita berikan untuk Tuhan, tidak akan dapat menggantikan hubungan kita dengan-Nya. Atau mungkin kita berdoa juga, pergi juga ke gereja, namun pikiran kita sibuk memikirkan berbagai kesibukan pribadi, tidak ada rasa ingin bersekutu dengan Tuhan. Terlihat dari kesibukan kita dalam pelayanan mungkin juga kondisi rohani kita terlihat baik-baik saja, namun sesungguhnya kita mengerjakannya dengan kehampaan, kekeringan batin tanpa sebuah pertumbuhan pengenalan akan Allah.
          Berdoa, memuji dan melayani Tuhan bukanlah tuntutan yang Allah kepada umat-Nya untuk menambah kemuliaan-Nya. Doa-doa atau pelayanan kita tidak akan menambah kemuliaan Allah, sebaliknya jika kitapun tidak berdoa atau tidak melayani-Nya, tentulah tidak akan mengurangi kemuliaan-Nya, karena sesungguhnya Allah sudah mulia dengan atau tanpa kita. Kita berdoa bukanlah untuk kepentingan Allah, justru untuk kebaikan diri kita sendiri. Yang terjadi adalah banyak orang yang berdoa namun sesungguhnya mereka tidak mengerti mengapa mereka harus berdoa. Dan tidak sedikit yang menjadikan doa sebagai beban yang sulit untuk dikerjakan.
Apa yang ditakutkan Musa ialah terkikisnya kasih bangsa Israel secara perlahan-lahan kepada Allah, atau bahkan mereka akan melupakan Allah sama sekali. Mereka akan merasa bahwa dengan kekuatan mereka sendirilah sehingga mereka sampai di tanah Kanaan. Mereka akan lupa diri karena melimpahnya harta yang ada pada mereka.
Allah menghendaki agar umat-Nya tetap setia beribadah kepada-Nya sama seperti ketika mereka berada di padang gurun, sama seperti ketika mereka berseru kepada Allah untuk setiap kebutuhan mereka di perjalanan menuju Kanaan (Kel 15). Memuji Allah ketika menyaksikan karya-Nya dalam penyeberangan laut Merah. Memuji Dia seperti saat mereka akan menghadapi peperangan dan ketika memenangi peperangan tersebut, Allah yang telah menghalau orang Kanaan, Orang Amori, orang Het, orang Fersis, orang Hewi dan orang Yebus (Kel 33 : 2). Allah menginginkan agar umat pilhan-Nya tetap setia beribadah kepada-Nya ketika mereka tiba di tanah yang diberikan kepada orang Israel, tanah yang akan menyediakan setiap kebutuhan mereka. Perhatikan kata-kata yang bertulis miring, ketika saya merenungkan, mungkin kita sering juga menghadapi hal yang sama, berada dalam padang gurung, dalam perjalanan, penyeberangan, menghadapi berbagai masalah, kemenangan. Barangkali kita sedang berada dalam sebuah pergumulan panjang yang seolah tidak ada jalan keluarnya seperti padang gurun yang tidak berujung dan tidak tau dimana awalnya. Diperhadapkan dengan perjuangan yang panjang, ketika harus membuat pilihan sulit dalan sebuah perjalanan, ketika menghadapi tantangan pekerjaan. Akhirnya kita jenuh, dan rasanya tidak ada lagi gunanya berdoa.
Mari   evaluasi diri kita masing-masing, apakah pekerjaan yang kita kerjakan saat ini perlahan-lahan telah menggantikan posisi Tuhan dalam prioritas kita?? Apakah Doa masih sesuatu yang penting untuk kita kerjakan dalam hari-hari kita?? Apakah Tuhan masih menjadi pribadi yang campur tangan dalam hidup kita.?? Sesungguhnya Dialah yang memberikan pekerjaan, berkat-berkat bahkan seluruh kehidupan kita. Masihkah semua itu kita pusatkan hanya untuk kemuliaan-Nya.??
Mari kita melihat doa seorang tokoh Israel yang sangat terkenal yaitu Daud (1 Tawarikh 17 : 16-27). Daud adalah raja yang diurapi Allah, raja yang mengalami perjalanan panjang sebelum akhirnya menjadi penguasa. Seoarang yang merendahkan diri dihadapan Allah dalam dan menyerahkan sepenuhnya hidup dan kekuasaannya untuk kemuliaan Tuhan. Jika kita melihat pujian-pujian yang ditulisnya dalam kitab Mazmur, jelas kita melihat bagaiamana pengenalannya akan Allah dan dirinya sendiri. Daud adalah raja yang bergantung penuh kepada Allah, dan menyerahkan diri penuh pada kehendak Tuhan. Sekalipin dia telah menduduki kekuasaan sebagai raja, namun ia tidak lupa akan Allah yang memberikan semua itu, bagaimana dengan kita.??

Rabu, 11 Januari 2012

MELAYANI



Yesus telah menjadikan diri-Nya hamba yang sepenuhnya mendedikasikan seluruh hidup-Nya dalam pelayanan di dunia ini. Ketaatan penuh kepada kehendak Bapa di sorga adalah kekuatan yang memampukan Dia menuntaskan pekerjaan pelayanan-Nya. Hidup-Nya sebagai manusia adalah hidup yang melayani, hidup yang menjadi hamba yang sepenuhnya mengerjakan pelayanan bukan untuk diri-Nya sendiri. Dalam perjalanan pelayanan-Nya, Yesus tidak pernah lepas dari hubungan pribadi dengan Bapa-Nya. Hal ini ditunjukkan dengan kesetiaan-Nya mengambil kesempatan untuk berdoa seorang diri. Yesus datang menjadi manusia dan menjadi hamba sebab Dialah yang telah ditetapkan oleh Allah untuk mengerjakan bagian tersebut. Pekerjaan-pekerjaan yang ditetapkan untuk dilakukan-Nya adalah buah dari kedekatan dengan Bapa sorgawi. Dalam keadaan-Nya sebagai manusia, Yesus menunjukkan ketaatan penuh untuk mengorbankan seluruh hidup-Nya, kebersamaan dengan keluarga, sanak saudara ditinggalkan-Nya bahkan Dia menjadi yang terendah diantara manusia yang hina.
Murid-murid Yesus melakukan pelayanan adalah sebagai buah dari perjumpaan mereka dengan Tuhan, buah dari kedekatan mereka dengan Yesus selama di dunia ini. Paulus menjadi pekerja Kristus yang luar biasa diawali dengan perjumpaan dengan Tuhan. Dalam pekerjaan pelayanan pemberitaan injil, Paulus merupakan seorang pendoa yang setia, rasul yang sepenuhnya bersandar kepada kasih karunia Tuhan. Paulus menuliskan bahwa dia dapat melayani Tuhan adalah semata karena kekuatan dari Tuhan, memperlayakkan dia, dan menganggapnya setia bagi Tuhan (1 Timotius 1:12 Aku bersyukur kepada Dia, yang menguatkan aku, yaitu Kristus Yesus, Tuhan kita, karena Ia menganggap aku setia dan mempercayakan pelayanan ini kepadaku). Kesadaran inilah yang menjadikan Paulus menjadi seorang yang sangat luar biasa menghasilkan buah yang manis bagi kemuliaan Tuhan. Rasa syukur yang tidak pernah berhenti menjadi bahan bakar yang selalu menyalakan semangatnya. Penyerahan diri penuh kepada Tuhan menjadi tongkat kuat yang selalu menuntun langkahnya melalui rintangan dalam perjalanan pelayanan. Kerendahan hati menjadi suluh menerangi ketika menghadapi banyak kesukaran menghadapi orang-orang yang dilayaninya. Sepenuhnya adalah karya tangan Tuhan dalam keberhasilan pelayanannya.
Pengenalan dan pandangan kita terhadap orang lain akan menentukan bagaimana kita memperlakukan orang tersebut. Siapa Yesus dalam hidup kita ? Sedalam apa kita mengenal Dia ?. Siapa Yesus dalam hidup kita akan mempengaruhi bagaimana kita berhubungan dengan-Nya, sedalam apa kita mengenal-Nya. Saya pernah mengajukan pertanyaan kepada beberapa teman-teman mahasiswa di kampus, mereka adalah orang-orang yang belum terlibat dalam pelayanan dan ada juga yang sudah ikut dalam pembinaan kelompok kecil. Siapa Yesus dalam hidup anda? Dari sekitar 50 orang yang saya tanyakan secara keseleruhan mereka menjawab bahwa Yesus adalah “Juruselamatku, penolongku, yang mencukupkan kebutuhanku, sahabatku, tempat perindunganku, penghiburku.” Jawaban mereka tepat, Yesus memang menyediakan semua itu bagi yang mau datang kepada-Nya. Namun tak satu pun diantara mereka yang secara tegas mengatakan bahwa “Yesus adalah Tuhan yang harus kulayani.” Dalam kehidupan ke Kristenan juga banyak orang yang suka mengutip ayat-ayat Alkitab berisi pesan yang meneduhkan, menjanjikan berkat dan mujizat, sedangkan isi yang berupa tantangan , tanggungjawab pelayanan, kewajiban sebagai orang Kristen, yang menegur dan menyatakan kesalahan banyak dihindari. Bahkan dalam berdoapun sering kita hanya menyampaikan permohonan-permohonan untuk kebutuhan pribadi kepada Tuhan. Sebuah kekristenan yang egois.