Ulangan 6:1-15
Tentang
saya
Ketika saya
dipersiapkan untuk melayani di Perkantas, saya sangat berharap agar saya
melayani di Medan. Tak pernah ada pikiran apalagi mendoakan untuk ke Sidikalang
(hahaha). Awalnya bahkan saya sedikit meragukan doa-doa dari BPC dan PC maupun
PHC. Dan katanya waktu itu bahwa komponen pelayanan di Sidikalang sudah
menyebut saya dalam doa-doa mereka (waow,,
gawat). Saya menganggap suatu kekeliruan jika saya harus dikirim ke
Sidikalang, dan keyakinan mereka, doa-doa mereka kuragukan. Waktu itu saya
berkata kepada Tuhan, “Tuhan, apa memang benar Kau meyakinkan mereka agar aku
ke Sidikalang,.?” “apakah memang itu
jawaban atas doa-doa mereka??”. Aku tidak sedang meragukan kebijaksanaan
Tuhan waktu itu, namun yang kuragukan adalah kekurangpekaan orang-orang yang
sedang mendoakanku untuk menangkap tuntunan Tuhan (sok kali kan ??,, hehehe). Akhirnya setelah ku renung-renungkan,
“ya udah deh Tuhan, terserah-Mu aja, klo pun kami keliru menangkap maksud-Mu,
biarpun kami gagal, biarlah Kau pakai kekeliruan/kegagalan itu untuk
Kemulian-Mu. Kami bisa salah/gagal, namun Kau tak pernah gagal”. Dan sampai sekarang aku terus mencari,
bertanya sama Tuhan akan maksud-Nya dalam perjalanan hidupku termasuk di Sidikalang.
Tentang
aku dan doa
Ketika saya merenungkan
perjalanan doa saya selama saya menjadi orang Kristen, saya menemukan beberapa
hal tentang doa. Berbicara tentang doa adalah berbicara tentang relasi,
berbicara tentang relasi adalah berbicara tentang status, berbicara tentang
status tidak lepas dari identitas diri. Berdoa berarti berkomunikasi dengan
Allah. Komunikasi berarti tidak hanya satu arah melainkan terjadi antara dua
oknum atau lebih dalam hal ini hubungan antara manusia dengan Allah dan antara
Allah dengan manusia. Memiliki identitas sebagai anak-anak Allah adalah suatu
sukacita yang sangat luar biasa bagi setiap orang, karena jika kita menjadi
anak, berarti kita menjadi ahli waris. Namun sebagai anak, kita memiliki
tanggung jawab terhadap Bapa, dan pastinya antara anak dengan bapa akan ada
komunikasi. Doa bukanlah sesuatu kata yang asing lagi bagi manusia, terkhusus
orang Kristen, apalagi orang-orang yang telah menerima Kristus dalam hidup-Nya
dan ambil bagian dalam pelayanan (seperti halnya Perkantas Sidikalang), yang
walaupun dalam pelaksanaannya harus jujur secara pribadi saya akui SULIT. Doa bukanlah sebatas meminta dan menerima apa yang kita perlukan dari Tuhan, doa adalah hubungan yang menghasilkan pengenalan dan kasih kepada Allah.
Antara Allah,
Musa dan Umat-Nya
Salah satu bagian
Firman Allah yang menekankan supaya umat-Nya setia menjaga relasi dengan Dia
dalam setiap keadaan, pesan yang mengingatkan supaya manusia tidak melupakan
Allah disampaikan dalam salah satu kitab
Taurat yaitu Ulangan 6 : 1 – 15. Sebelum kita membahas lebih lanjut mengenai
tema ini, ada baiknya kita mengenali lebih dahulu tentang kitab Ulangan. Kitab
Ulangan merupakan salah satu kitab Taurat yang berisi amanat-amanat yang disampaikan
Musa kepada orang Israel. Amanat-amanat ini merupakan amanat perpisahan karena
ia telah diberitahu bahwa ia tidak dapat memasuki tanah Kanaan bersama mereka.
Dalam kitab ini dicatat tiga bagian amanat yang disampaikan Musa kepada orang
Israel:
1.
Amanat
pertama : perbuatan Allah (Ul 1 : 6
– 4 : 40)
2.
Amanat
kedua : hukum Allah (Ul 4 : 44 – 26 : 19)
3.
Amanat
ketiga : perjanjian dengan Allah (Ul 29 – 30)
Terlepas dari soal apakah ketiga amanat
itu aslinya disampaikan secara isan atau tulisan sebagai dokumen perpisahan,
namun secara keseluruhan kitab ini mengemukakan perjanjian Allah dengan orang
Israel sebelum memasuki tanah Kanaan. Ringkasan dari Perjanjian Allah dengan
Israel dalam kitab ini adalah sebagai berikut :
“Maka sekarang
hai orang Israel, apakah yang dimintakan daripadamu oleh TUHAN, Allahmu, selain
dari takut akan TUHAN, Allahmu, hidup menurut segala jalan yang ditunjukkanNya,
mengasihi Dia, berbadah kepada TUHAN, Allahmu dengan segenap hati dan dengan
segenap jiwamu, berpegang pada ketetapan TUHAN yang kusampaikan kepadamu pada
hari ini, supaya baik keadaanmu” (Ul 10 : 12 – 13).
Ketetapan Musa atas
perintah Allah kepada bangsa Israel disampaikan ketika umat Israel hampir tiba tanah
Kanaan, tanah yang kaya yang dijanjikan Allah kepada umat yang dikasihin-Nya.
Mengingat bahwa Musa tidak akan ikut memasuki tanah tersebut bersama-sama
dengan mereka, maka ia menyampaikan ketetapan kepada mereka. Sebab bangsa itu
akan memasuki sebuah negeri yang baru. Bangsa
itu akan mengakhiri perjalanan panjang 40 tahun yang dalam pikiran mereka tanpa
sebuah kepastian. Selesai sudah penderitaan mereka selama dalam perjalanan di
padang gurun 40 tahun dalam kekurangan dan keterbatasan. Mereka akan memasuki
dan menetap di negeri yang dijanjikan Allah. Mereka akan hidup dalam kecukupan.
Mereka akan terbebas dari belenggu perbudakan di tanah Mesir. Mereka akan
menghuni, mengelola, memiliki hak milik mereka sendiri. Satu hal yang PASTI adalah Janji Allah akan kekayaan yang akan mereka peroleh.
Musa memberikan beberapa tanda kecukupan
yang akan dialami oleh bangsa Israel di tanah Kanaan:
Ulangan 6:10-11
-
Kota-kota besar yang baik yang tidak kau
dirikan
-
Rumah-rumah penuh berisi barang baik
yang tidak kau isi
-
Sumur-sumur yang tidak kau gali
-
Kebun-kebun anggur dan zaitun yang tidak
kau tanami
Ulangan 8:12-13
-
Makanan yang melimpah
-
Rumah yang baik
-
Pertambahan ternak
-
Pertambahan emas dan perak
-
Segala yang ada padamu bertambah banyak
Dengan kata lain bangsa itu akan menjadi
kaya, dan mapan. Lalu bagaimana perasaan Musa dengan keadaan ini..??
1.
Tentu ia merasa bersyukur, akhirnya bangsa
itu tiba di tempat yang dijanjikan Tuhan supaya ia memimpin bangsa Israel
keluar dari Mesir. Akhirnya apa yang dijanjikan Allah akan tergenapi. Selama 40
tahun ia harus menghadapi keraguan bangsa itu akan janji Allah.
2.
Ia merasa khawatir, kekayaan, kemapanan,
kedudukan bukan hanya memiliki dampak positif, tetapi juga negatip. Mengingat
bangsa Israel adalah bangsa yang tegar tengkuk, bangsa yang keras kepala. 12 maka hati-hatilah, supaya
jangan engkau melupakan Tuhan, yang telah
mebawa kamu keluar dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan.
Dalam kekhawatiran itu,
Musa memperingatkan mereka agar tetap setia kepada Allah. Agar mereka tetap beribadah
kepada-Nya. Musa merasa takut kalau bangsa Israel akan melupakan penyertaan
Tuhan, bahwa Allah-lah yang memberikan semuanya itu kepada mereka. Ulangan
8 : 17 , maka janganlah kau
katakan dalam hatimu, kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku
memperoleh kekayaan ini.
Antara Allah dan Alumni
Alumni dengan segala kesibukan masing-masing tidak
lepas dari berbagai macam persoalan yang datang dan pergi dalam hidup mereka.
Mulai dari tuntutan pekerjaan, keluarga, kesendirian, penantian pasangan hidup,
istri/suami, anak-anak dan berbagai hal yang membuat mereka sering terhimpit
oleh kesibukan fisik maupun pikiran. Banyak orang yang mengatakan bahwa dunia
alumni adalah dunia yang sesungguhnya, dunia dimana anak-anak Tuhan benar-benar diuji imannya,
berbeda dengan dunia siswa atau mahasiswa yang cenderung masih berada dalam
lingkungan komunitas pelayanan dan pengawasan orang tua. Ketika menjadi alumni
maka hidup kita bukan lagi hanya tentang diri kita sendiri. Satu hal yang
sangat sering menyita perhatian adalah karir. Tuntutan dari atasan, target yang
harus dicapai, ketika terhempit antara menjaga kekudusan hidup
(integritas) dengan keadaan yang tidak
memberi kita ruang gerak untuk menyatakan kebenaran, atau bahkan kita yang
akhirnya tergoda untuk jatuh dalam kecurangan-kecurangan di dunia kerja. Satu
hal yang sering terjadi adalah bahwa tidak sedikit alumni menjadi orang-orang
selalu dikejar-kejar oleh rasa bersalah karena ketidakmampuannya menjaga
kekudusan hidup. Bahkan kesibukan dalam pekerjaan seringkali membuat alumni
melupakan ibadah kepada Tuhannya.
Firman
Tuhan kali ini mengingatkan kita akan pentingnya tetap setia menjaga hubungan pribadi
dengan Allah. Melalui bangsa Israel, kita diingatkan bahwa Allahlah yang telah
memberikan kepada mereka tanah yang kaya akan susu dan madunya, tanah yang
menyediakan setiap kebutuhan hidup mereka. Demikian juga dengan kita
masing-masing, terlepas dari posisi kita dalam pekerjaan penting bagi kita
untuk menyadari bahwa Allahlah yang telah menganugerahkan semua itu kepada
kita. Dan sudah pasti haruslah kita kembalikan untuk kemuliaan-Nya.
Allah
mempercayakan pekerjaan untuk kita dengan tujuan untuk kemuliaan-Nya.
Seringkali alumni yang dulunya memohon pada Tuhan untuk pekerjaan, namun
akhirnya justru pekerjaan itu menjadi penghalang bagi dia untuk bersekutu
dengan Tuhan yang memberikannya. Allah telah mendengar teriakan bangsa Israel
yang berseru minta tolong di tanah Mesir karena penderitaan mereka dalam
perbudakan, sehingga Allah menolong mereka. Saya rasa bagian ini sangat relepan
dengan dunia alumni. Ketika kita baru lulus dan mengharapkan pekerjaan, dengan
sungguh-sungguh kita memohon kepada Tuhan untuk pekerjaan, berjanji dalam hati
akan tetap setia melayani dan tetap menjaga hubungan dengan Dia.
Mari kita evaluasi diri
masing-masing, bagaimana sikap kita sebagai alumni saati ini kepada Allah ? Masihkah
hubungan dengan Dia masih menjadi prioritas utama dalam hari-hari kita,?. Hal
yang sering terjadi dalam kesibukan pekerjaan alumni adalah dengan mengganti
waktu untuk Tuhan (doa dan pelayanan) dengan memberi lebih banyak perpuluhan.
Apapun dan seberapa banyakpun kita berikan untuk Tuhan, tidak akan dapat
menggantikan hubungan kita dengan-Nya. Atau mungkin kita berdoa juga, pergi
juga ke gereja, namun pikiran kita sibuk memikirkan berbagai kesibukan pribadi,
tidak ada rasa ingin bersekutu dengan Tuhan. Terlihat dari kesibukan kita dalam
pelayanan mungkin juga kondisi rohani kita terlihat baik-baik saja, namun
sesungguhnya kita mengerjakannya dengan kehampaan, kekeringan batin tanpa
sebuah pertumbuhan pengenalan akan Allah.
Berdoa,
memuji dan melayani Tuhan bukanlah tuntutan yang Allah kepada umat-Nya untuk
menambah kemuliaan-Nya. Doa-doa atau pelayanan kita tidak akan menambah
kemuliaan Allah, sebaliknya jika kitapun tidak berdoa atau tidak melayani-Nya,
tentulah tidak akan mengurangi kemuliaan-Nya, karena sesungguhnya Allah sudah
mulia dengan atau tanpa kita. Kita berdoa bukanlah untuk kepentingan Allah,
justru untuk kebaikan diri kita sendiri. Yang terjadi adalah banyak orang yang
berdoa namun sesungguhnya mereka tidak mengerti mengapa mereka harus berdoa.
Dan tidak sedikit yang menjadikan doa sebagai beban yang sulit untuk
dikerjakan.
Apa yang ditakutkan
Musa ialah terkikisnya kasih bangsa Israel secara perlahan-lahan kepada Allah,
atau bahkan mereka akan melupakan Allah sama sekali. Mereka akan merasa bahwa
dengan kekuatan mereka sendirilah sehingga mereka sampai di tanah Kanaan.
Mereka akan lupa diri karena melimpahnya harta yang ada pada mereka.
Allah menghendaki agar
umat-Nya tetap setia beribadah kepada-Nya sama seperti ketika mereka berada di padang gurun, sama seperti ketika mereka
berseru kepada Allah untuk setiap kebutuhan mereka di perjalanan menuju Kanaan (Kel
15). Memuji Allah ketika menyaksikan karya-Nya dalam penyeberangan laut Merah. Memuji Dia seperti saat mereka akan menghadapi peperangan dan ketika memenangi peperangan tersebut, Allah
yang telah menghalau orang Kanaan, Orang Amori, orang Het, orang Fersis, orang
Hewi dan orang Yebus (Kel 33 : 2).
Allah menginginkan agar umat pilhan-Nya tetap setia beribadah kepada-Nya ketika
mereka tiba di tanah yang diberikan kepada orang Israel, tanah yang akan
menyediakan setiap kebutuhan mereka. Perhatikan kata-kata yang bertulis miring, ketika saya merenungkan, mungkin
kita sering juga menghadapi hal yang sama, berada dalam padang gurung, dalam perjalanan,
penyeberangan, menghadapi berbagai masalah, kemenangan.
Barangkali kita sedang berada dalam sebuah pergumulan panjang yang seolah
tidak ada jalan keluarnya seperti padang gurun yang tidak berujung dan tidak
tau dimana awalnya. Diperhadapkan dengan perjuangan yang panjang, ketika harus
membuat pilihan sulit dalan sebuah perjalanan, ketika menghadapi tantangan
pekerjaan. Akhirnya kita jenuh, dan rasanya tidak ada lagi gunanya berdoa.
Mari evaluasi diri kita masing-masing, apakah
pekerjaan yang kita kerjakan saat ini perlahan-lahan telah menggantikan posisi
Tuhan dalam prioritas kita?? Apakah Doa masih sesuatu yang penting untuk kita
kerjakan dalam hari-hari kita?? Apakah Tuhan masih menjadi pribadi yang campur
tangan dalam hidup kita.?? Sesungguhnya Dialah yang memberikan pekerjaan,
berkat-berkat bahkan seluruh kehidupan kita. Masihkah semua itu kita pusatkan
hanya untuk kemuliaan-Nya.??
Mari kita melihat doa
seorang tokoh Israel yang sangat terkenal yaitu Daud (1 Tawarikh 17 : 16-27). Daud
adalah raja yang diurapi Allah, raja yang mengalami perjalanan panjang sebelum akhirnya
menjadi penguasa. Seoarang yang merendahkan diri dihadapan Allah dalam dan
menyerahkan sepenuhnya hidup dan kekuasaannya untuk kemuliaan Tuhan. Jika kita
melihat pujian-pujian yang ditulisnya dalam kitab Mazmur, jelas kita melihat
bagaiamana pengenalannya akan Allah dan dirinya sendiri. Daud adalah raja yang
bergantung penuh kepada Allah, dan menyerahkan diri penuh pada kehendak Tuhan.
Sekalipin dia telah menduduki kekuasaan sebagai raja, namun ia tidak lupa akan Allah
yang memberikan semua itu, bagaimana dengan kita.??
Tidak ada komentar :
Posting Komentar